TUBUH SEHAT BEBAS DARI KONSTIPASI

Setiap orang mempunyai frekuensi buang air besar (BAB ) yang bervariasi, ada yang sehari bisa tiga kali, ada juga yang seminggu tiga kali. Kondisi ini normal selama tubuh masih merasa nyaman dan tidak ada kesulitan BAB. Namun, bila Anda sudah mengalami kembung, nyeri perut, dan susah BAB karena feses (kotoran) yang keras berarti Anda sudah mengalami “konstipasi” atau sembelit.



Tidak perlu cemas jika frekuensi BAB tidak setiap hari

Frekuensi BAB tidak selalu menjadi patokan seseorang mengalami konstipasi atau tidak, karena tidak ada aturan pasti mengenai berapa kali seseorang harus BAB dalam satu hari. Seseorang bisa dikatakan mengalami konstipasi meskipun ia BAB setiap hari, yaitu jika fesesnya keras dan harus bersusah payah untuk mengeluarkannya. Jadi, tidak perlu cemas jika frekuensi BAB Anda tidak setiap hari.


Konstipasi Fungsional vs Konstipasi Organik

Ada dua jenis konstipasi yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik / idiopatik. Pada konstipasi fungsional, usus dalam kondisi yang sehat tetapi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini sering terjadi akibat pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Sedangkan, konstipasi organik / idiopatik disebabkan oleh berbagai hal seperti masalah hormonal, dan persyarafan otot-otot saluran pencernaan pada anus (dubur), rektum, atau kolon (usus besar).


Apa penyebab konstipasi?

Konstipasi bisa terjadi karena kolon menyerap air secara berlebihan atau karena lambatnya kontraksi otot-otot kolon. Hal ini menyebabkan feses yang melewati kolon bergerak terlalu lambat. Akibatnya, feses menjadi keras, kering, dan susah dikeluarkan. Konstipasi bukanlah penyakit melainkan sebuah kondisi yang memiliki banyak penyebab, antara lain :


a. pola makan tidak sehat (kurangnya asupan cairan dan konsumsi serat)

b. kurang aktivitas fisik. Aktivitas fisik berbanding lurus dengan aktivitas gerakan usus, sehingga dengan beraktivitas fisik atau berolahraga yang rutin akan dapat merangsang BAB yang lancar.

c. Stress. Stress mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk saluran pencernaan.

d. obat-obatan. Konstipasi dapat disebabkan karena penggunaan obat maag (antasid), obat diare, dan obat pencahar yang terlalu sering.

e. penyumbatan oleh penyakit atau gangguan saraf, misalnya tumor / kanker kolon, ambeien / wasir, diabetes, atau multiple sclerosis.

f. Gangguan hormonal, misalnya kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme), dan kehamilan


Mengapa wanita lebih mudah mengalami konstipasi?

Menurut dr. Chudanan Manan, SpPD-KEGH, pengajar senior divisi gastroenterologi FKUI, seperti yang dilansir heath.kompas.com, wanita lebih mudah mengalami konstipasi karena beberapa hal :


- aktifitas fisik wanita biasanya lebih sedikit daripada pria,

- gangguan hormonal (misalnya saat hamil), dan

- wanita cenderung lebih memikirkan suatu hal menggunakan perasaan sehingga menjadi beban pikiran dan membuahkan stress.


Bagaimana Penanganan Konstipasi?

Penanganan konstipasi tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah gaya hidup, penanganan terbaik adalah mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat, yaitu :


a. memperbanyak aktifitas fisik dengan berolahraga secara rutin atau paling tidak jalan-jalan.

b. mencukupi kebutuhan air putih (1,5 – 2 liter/hari) dan serat dari makanan (roti gandum utuh, sereal, sayur, dan buah-buahan)

c. rutin memijat dinding perut sekitar 10 menit, setiap bangun tidur.

d. tidak menahan BAB hanya karena kesibukan

e. bila perlu, konsumsi suplemen serat diet. Efeknya tidak segera, tetapi bila dikonsumsi secara rutin dapat menormalkan pergerakan usus.


Bila konstipasi disebabkan oleh penyakit, gangguan saraf, atau hormonal, penanganannya harus dilakukan dengan menghilangkan penyebab yang mendasarinya.   

Sedangkan, jika konstipasi disebabkan oleh konsumsi obat-obatan tertentu, penggantian atau modifikasi dosis obat mungkin diperlukan. Meskipun obat pencahar banyak dijual bebas, Anda jangan sembarangan membeli obat pencahar karena obat pencahar juga memiliki efek samping seperti obat-obatan lainnya. Konsultasikan terlebih dahulu dengan Apoteker.


sumber : persify.com, majalahkesehatan.com