BANYAK LHO FRANCHISE YANG BEP KURANG DUA TAHUN

Sutikno sepertinya sedang gembira ria. Usahanya mendirikan apotek akhirnya kesampaian.Tanggal 24 Agustus lalu Apotek K-24 miliknya resmi beroperasi. Apotek itu terletak di Jalan Pajajaran Bogor dan merupakan apotek pertama milik jaringan Apotek K-24 di kota hujan. Itu saja juga jadi momen penting bagi jaringan apotek yang dikembangkan Gideon Hartono sejak tahun 2002. Gideon lalu memutuskan Apotek K-24 Pajajaran sebagai “base camp” peresmian serentak 24 Apotek K-24 baru pada tanggal “keramat” 24 Agustus 2008. Bukankah ini juga menjadi momen penting bagi Sutikno, karena dengan dijadikannya Apotek K-24 Pajaran miliknya sebagai tuan rumah hajatan besar jaringan Apotek K-24, apoteknya mendapat daya dorong lebih untuk promosi?

Mungkin Sutikno melupakan itu.Baginya sukses pembukaan yang mengundang wakil gubernur Jawa Barat dan pejabat lainnya itu bukan perkara mudah.Bukan cuma pertaruhan bagi Gideon pula, itu juga jadi pertaruhannya.

Untungnya semua berjalan lancar.  Apotek K-24 Pajajaran milik Sutikno kini sudah menggelinding normal.Masyarakat di sekitar tak perlu lagi ketar-ketir jika tengah malam mencari obat. Dengan dibukanya Apotek K-24 Pajajaran pencarian obat bisa bermuara di situ karena apotek tersebut buka 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, dan 265 hari dalam setahun. Apotek ini (seperti juga Apotek K-24 lainnya) memang tak pernah tutup,  akan buka terus sepanjang tahun. Sekarang bagi Sutikno, tinggal menunggu hasilnya. Apakah investasi di apotek ini akan berhasil? Kalau melihat dari Apotek K-24 sebelumnya, seharusnya usahanya juga akan sukses.

Tetapi  Sutikno punya alasan lain kenapa ia memilih franchise Apotek K-24 di tengah maraknya tawaran franchise atau business opportunity (BO-kemitraan semodel franchise) di bidang makanan yang ditanggung bisa cepat balik modal. “Bagi saya kenapa berinvestasi di apotek karena apotek kental muatan sosialnya,” katanya. “Selain itu, manajemen Apotek K-24 memang bagus dan saya percaya kepadanya,” tuturnya lagi.

Cuma ada yang bisa membuat Sutikno masam-mesem penuh harap. Menurut Wenny Tri Suryani, Franchise Manager PT K-24 Indonesia, franchisor Apotek K-24, investasi pendirian gerai apoteknya ditargetkan bisa balik modal dalam kurun waktu tiga tahun. Jika melihat investasinya yang tak kecil --menurut Wenny investasi pendirian satu Apotek K-24 sekitar Rp 650 juta-- masa balik modal tiga tahun itu terbilang cepat.

BEP atau ROI?

Bagi investor, lama balik modal (ROI, Return on Investment) menjadi salah satu alat ukur yang jadi pertimbangan utama saat memilih franchise selain total investasi awal. Tetapi ada juga ukuran lain yaitu Break Even Point (BEP). Uniknya, istilah BEP sering dianggap ROI alias BEP berarti balik modal.

Dalam istilah akunting BEP berarti titik impas di mana total pendapatan (penjualan) jumlahnya sama dengan total pengeluaran yang dibutuhkan sehingga perusahaan tidak untung dan tidak pula mengalami kerugian. Umumnya perhitungan ini menyangkut perbandingan antara pendapatan per bulan terhadap biaya tetap dan biaya variabelnya dalam waktu yang sama. Titik impas ini banyak juga yang menyebutnya sebagai BEP operasional sebagai sandingan dari BEP yang dianggap balik modal itu.

Dalam kasus Apotek K-24, misalnya, ROI-nya tiga tahun. Tetapi BEP operasionalnya  bisa terjadi dalam bulan ketiga hingga satu tahun. Nah keuntungan yang didapat setelah terjadinya BEP itu akan digunakan untuk menutupi total investasi sehingga pada tahun ketiga semua biaya yang dikeluarkan akan tertutupi.  Sehingga pada waktu tiga tahun itu terjadi balik modal.

Tak semuanya gampang menghitung BEP. Trend Valasindo, money changer yang menawarkan kerjasama kemitraannya sejak tahun 2004 lalu, menyebutkan tak mengenal BEP dalam perhitungan bisnisnya karena bisnis yang dijalankannya merupakan bisnis tukar-menukar kurs. Kita akan paham jika melihat model transaksinya.

Dengan modal operasional (untuk belanja kurs) Rp 1 miliar, modal ini bisa dibelanjakan dua kali dalam sehari.Misalnya, Rp 1 miliar itu dibelanjakan 10.000 lembar US$ (dengan kurs Rp 10.000/US$) pada pagi hari yang berhasil ditukar kurs rupiah oleh kliennya. Hasil penukaran itu oleh Trend Valasindo dibelikan US$ baru dengan nilai yang sama. Jadi dalam sehari bisa beromset Rp 2 miliar.Jadi jika BEP itu titik impas pendapatan dibanding pengeluarannya, pada pagi hari saja sudah terjadi.Karena itu, seperti tertulis di website-nya, yang dijadikan patokan adalah pengembalian modalnya.

Dengan omset rata-rata Rp 24 miliar sebulan, investasi pada pendirian gerai Trend Valasindo itu bisa kembali kurang dari enam bulan. Perhitungan ini hanya untuk operasional di luar modal operasional (untuk beli kurs).Tetapi ini hanya ilustrasi saja, tak berarti setiap gerai Trend Valasindo seperti itu.

Lain lagi jika menghitung BEP atau balik modal franchise pendidikan. Seorang pengelola jaringan pendidikan pernah berujar, bahwa menjalankan bisnis pendidikan itu paling enak karena modalnya terkumpul dari biaya pendidikan yang dibayarkan para calon siswanya dan itu terjadi di awal.  Sehingga, bisa jadi BEP sudah didapat diawal sebelum balik modal atau bahkan sudah balik modal di awal. Tetapi umumnya franchise pendidikan (termasuk kursus-kursus) hanya mencantumkan  BEP yang berarti balik modal. Kurun waktunya bervariasi dari mulai kurang dari setahun hingga tiga tahunan.Bagi calon investor untuk mengetahui apakah BEP itu titik impas operasional atau balik modal, memang harus ditanyakan saat berjumpa dengan mereka.

Pada Laporan Utama kali ini Majalah DUIT! menghimpun sejumlah franchise dan tawaran kerjasama model BO yang BEP-nya dua tahun atau kurang. BEP di sini bisa balik modal atau memang titik impas operasional, tergantung pada apa yang dipublikasikan oleh masing-masing. Memang tak semua yang menawarkan kerjasama model ini mempublikasikan BEP-nya baik di brosur, penawaran kerjasama (franchise), pameran, publikasi media, website-nya, dan sebagainya. Sebagian dari mereka baru mau memberikan informasi itu pada calon investor yang mereka anggap potensial menjadi mitranya (franchisee-nya).

DUIT! sengaja tak menelusurinya lebih jauh karena faktor keterbukaan kami anggap penting dalam industri ini. Apalagi dalam peraturan terbaru tentang franchise (waralaba) terbarui pemerintah mensyaratkan setiap franchise harus mendaftarkan proposal franchise-nya ke lembaga berwenang.Dalam hal ini faktor keterbukaan juga menjadi faktor penting yang harus dipenuhi kalangan franchisor.

Nah, dari penelusuran DUIT! dari jumlah sekitar 650-700 usaha yang ditawarkan kerjasamanya baik model franchise, BO, atau lisensi menyerupai franchise di Indonesia,  yang informasinya terbuka dengan mencantumkan masa BEP-nya (didapat dari brosur, website, liputan media, dan sebagainya) terdapat sekitar 450-an usaha. Kami kemudian menghimpunnya ke dalam 350 Direktori Franchise dan Business Opportunity dengan BEP Dua Tahun atau Kurang.Jumlah itu mewakili sekitar 70-80% franchise, BO dan kemitraan sejenis yang menawarkan peluang usahanya dengan lama BEP yang diumumkan secara terbuka. Ini juga mewakili bahwa  tawaran kerjasama franchise, BO, kemitraan sejenisnya di Indonesia kebanyakan menawarkan BEP kurang dari dua tahun (70-80%).

Berlomba Mendorong Omset

Pertanyaannya, bagaimana sebuah franchise mengelola jaringannya agar BEP bisa dicapai dengan cepat atau sesuai dengan rencana? Tahap pertama tentu saja agar pada bulan pertama operasional, pendapatan yang diperoleh sudah harus optimal.Di sinilah keunggulan franchise atau kerjasama sejenisnya dibanding dengan usaha sendiri dari nol. Sistem yang dikembangkan pola usaha ini sudah berjalan dengan baik terutama mengenai promosi (marketing) dan branding, faktor yang amat penting dalam pola kerjasama ini.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba) dan Peraturan Menteri Perdagangan terbaru (Permendag 31/M-DAG/PER//8/2008),  masalah ini diatur dengan jelas. Dalam PP 42 disebutkan pada pasal 5 bahwa perjanjian waralaba meliputi pula bantuan yang diberikan pemberi waralaba (franchisor) terhada penerima waralaba (franchisee) mengenai fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran. Malah pada pasal 8 ditegaskan bahwa pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

Permendag yang merupakan juklak dari PP tersebut memberi rincian mengenai itu dalam lampiran VI.Di situ disebutkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba terbagi ke dalam empat bagian.Pada poin ketiga disebutkan bahwa pemberi waralaba membantu pengembangan pasar melalui promosi, seperti melalui iklan, leaflet/katalog/brosur atau pameran.Jadi memang sudah diatur kewajiban promosinya untuk mendorong omsetnya.

Untungnya, meski Permendag itu cukup galak hanya mengatur bisnis kategori waralaba (franchise), pola kerjasama yang bukan franchise pun seperti BO dan lisensi, mengadopsi sistem yang sama. Ini yang menjadikan pemasaran atau promosi praoperasional jadi biasa di industri ini (franchise, BO, atau kemitraan sejenis).Ini pula yang membuat sebuah gerai baru bisa memperoleh pendapatan optimum sejak hari pertama pembukaannya.

Pengalaman yang menarik bisa dilihat dari apa yang dialami oleh MagFood Amazy, gerai ayam goreng asli Indonesia. Pada awal Agustus 2008 ini membuka gerai terbarunya di Papua.Yang menarik, pada hari petama saja omsetnya sudah mencapai Rp 10,4 juta.Itu jumlah tertinggi yang pernah dialami jaringan MagFood Amazy.Itu pula yang membuat omset di Papua itu membukukan rekor baru bagi jaringannya. “Padahal di depan gerai Amazy ada gerai franchise ayam goreng internasional,” ujar Suwarno salah seorang pendiri MagFood Amazy.

Aneka Usaha Cepat Balik Modal

Dengan sistem yang sudah diatur sedemikian rupa ditambah pengalaman franchisor mengelola bisnis sebelumnya, menjadikan membeli franchise (menjadi franchisee) jadi menarik dibanding membuka usaha sendiri dari nol. Di tatanan industri ini di negara maju seperti Amerika Serikat, ada riset yang menyebutkan bahwa usaha franchise memiliki tingkat sukses yang lebih dari 90%. Artinya, jika membeli franchise, peluang sukses usahanya lebih dari 90%.Jauh dibanding berusaha sendiri yang tingkat suksesnya di bawah 50%.Memang ada sejumlah peneliti yang meragukan hasil riset itu.Tetapi hasil tersebut tetap menjadi pegangan di kalangan industri franchise di dunia.

Di Indonesia sendiri tingkat kesuksesannya dianggap masih berada di bawah itu.Tetapi kecenderungannya terus meningkat. Sejumlah franchisor yang ditemui DUIT! beberapa waktu lalu mengakui kalau tingkat sukses franchise di Indonesia masih rendah. Hanya saja yang dimaksud franchise yang mereka sebutkan harus dipertajam lagi. Jika itu termasuk pula BO dan sejenisnya,  bisa dimaklumi karena BO dan sejenisnya masih memiliki tingkat kesuksesan yang lebih rendah dibanding franchise. Seharusnya ada penelitian khusus mengenai tingkat sukses dari usaha yang termasuk kategori franchise saja berdasarkan aturan yang ada (PP 42 dan Permendag 31/M-DAG/PER/8/2008).Jangan-jangan usaha yang benar-benar masuk franchise di Indonesia pun sudah memiliki tingkat sukses lebih dari 90%. Jika ini memang benar, bisa disebutkan bukti kalah franchise memang memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi.

Coba tengok pengakuan Hendy Setiono, anak muda yang mengelola jaringan gerai penjual kebab bernama Kebab Turki Baba Rafi. Menurut Hendy, Kebab Turki kini memiliki jaringan sebanyak 360 gerai di seluruh Indonesia. Baru-baru ini ia mengikuti pameran di Malaysia untuk mencoba go international dengan menembus pasar negeri jiran itu. “Saya mendapat dua master franchise di sana,” ujar Hendy.

Yang terasa dahsyat, prestasi membangun 360 gerai itu ditempuh dalam kurun waktu tak sampai lima tahun. “Memang ada juga yang gagal tapi tingkat kekagalan kami hanya 4%. Ini berarti masih lebih bagus karena umumnya franchise memiliki tingkat kesuksesan 91-93%, sedangkan kami lebih tinggi dari itu. Jadi tingkat kesukses Kebab Turki Baba Rafi masih dalam track industri franchise,” ujar Hendy usai mengikuti pameran di Malaysia.

Mungkin karena usahanya di bidang makanan.Seperti banyak diyakini orang, bisnis makanan hampir selalu memberikan tingkat pengembalian modal lebih cepat dibanding industri lainnya.Bahkan meskipun investasinya besar, balik modal di bisnis makanan masih lebih cepat dibanding industri lainnya.Lhat saja yang ditawaran Izzi.

Dalam iklan di koran nasional pertengahan Agustus lalu, Izzi yang merupakan  gerai pizza dan makanan Asia menawarkan paket franchise dengan investasi Rp 900 juta hingga Rp 2,5 miliaran. Tapi meskipun investasinya tinggi balik modal Izzi bisa ditempuh dalam kurun waktu tujuh tahunan.Jangan heran karena omset Izzi bisa benar-benar tinggi. Seperti dipublikasikan dalam iklan itu, omset Izzi berkisar antara Rp 60 juta hingga Rp 400 juta sebulan. Robert Eskapa, pemilik Izzi, yang ditemui |DUIT! beberapa waktu lalu juga menyebutkan omset Izzi bisa mencapai Rp 400 juta sebulan. Bayangkan jika Anda mengelola restoran dengan omset Rp 400 juta sebulan.Sudah pasti balik modal bisa cepat dicapai.

Selain makanan, ada juga industri lain yang cepat balik modal. Auto Bridal yang menawarkan jasa salon mobil, detailing dan perawatan mobil menawarkan paket investasi sampai sekitar Rp 700-an juta.Tetapi investasi itu bisa balik dalam waktu kurang dari dua tahun.Ini dengan perhitungan omset Auto Bridal sekitar Rp 50 juta sebulan.Bukankah itu menggiurkan?Pantas jika gerainya cepat bertambah. Saat ini gerai Auto Bridal mencapai 54 gerai di seluruh Indonesia yang dibangun Hendry Indraguna, pendirinya, sejak tahun 2003 lalu.

Kalau melihat performa mereka itu, mengelola bisnis franchise jadi makin menggiurkan. Ditambah dengan aturan yang makin ketat, bisnis ini bisa memberikan jaminan tingkat sukses yang lebih baik di masa depan, meskipun untuk sementara, seperti dikemukakan Ketua Umum Himpurnan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Amir Karamoy seperti dikutip Bisnis Indonesia, dengan terbitnya Permendag 31/M-Dag/PER/8/2008 jumlah franchise yang beredar di pasar franchise Indonesia akan terpangkas 95%. Dari pangkasan ini akan menyisakan usaha yang benar-benar franchise paling sekitar 30-an. Tetapi sisa yang benar-benar franchise itu benar-benar memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi. Coba bayangkan jika sisanya yang saat ini masuk kategori BO dalam waktu dekat jadi franchise juga, ekonomi Indonesia sudah pasti terdorong dengan dahsyat. (DEN)


http://www.majalahduit.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2485:banyak-lho-franchise-yang-bep-kurang-dua-tahun&catid=35:cat-franchise&Itemid=2